Bertemu Nadiem, Menteri Halim Ingin Seluruh Kades Raih Gelar Sarjana

Jakarta – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar melakukan pertemuan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim di Jakarta, Rabu (22/1).

Pertemuan tersebut membahas sejumlah permasalahan-permasalahan desa di bidang pendidikan. Salah satunya terkait kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) kepala desa, yang sebagian besar belum memperoleh gelar sarjana.

“Jabatan kepala desa maksimal 3 kali dan satu periode 6 tahun. Seorang kepala desa yang baik, bisa menjabat selama 18 tahun, dan masih banyak mereka belum sarjana,” ujar Menteri Halim usai pertemuan.

Terkait hal tersebut, ia berharap terdapat suatu model pemberian penghargaan terhadap kepala desa atas jasanya yang telah memberikan dedikasi tinggi terhadap pembangunan desa. Penghargaan tersebut, menurutnya, bisa diberikan dari sektor pendidikan.

“Diharapkan ada model pemberian penghargaan terhadap kepala desa yang sudah mempunyai prestasi dalam menjabat. Sehingga memudahkan untuk mendapatkan gelar sarjana dengan cara mengkonversi pengalaman menjadi kepala desa dengan angka kredit di kampus-kampus,” ujarnya.

Selain itu, pertemuan tersebut juga membahas tentang ketersediaan guru PAUD di sejumlah daerah. Yang mana sekitar 40.000 PAUD yang terbangun dan tersebar di sejumlah daerah masih memiliki masalah terkait ketersediaan guru.

“Diharapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa membantu terkait pengadaan guru PAUD,” ujarnya.

Di samping itu, Abdul Halim juga mengusulkan untuk mengganti skripsi dengan kerja praktik lapangan selama 4 bulan, dengan memberikan pendampingan terhadap pembangunan di desa.

Di sisi lain, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga akan meluncurkan Program Kampus Merdeka, yang memberikan pilihan kepada mahasiswa yakni selama 3 semester dan minimal 2 semester untuk bisa mengambil program di luar kampus. Misalnya magang di NGO, kerja sama riset, atau magang kerja untuk mendampingi kepala desa.

Dalam hal ini, selama 1 semester tetap dihitung 20 SKS, sehingga mahasiswa diperbolehkan memilih tetap kuliah atau mengganti kurikulum dengan cara praktik kerja di lapangan.

“Kementerian Desa menyambut baik dan akan menindaklanjuti program ini (kampus merdeka) untuk membahas secara detil,” ujarnya. (Ant)