SAHABAT RAKYAT, Jakarta – Kedaulatan pangan bukan sekadar soal kemampuan memenuhi kebutuhan pangan nasional, melainkan juga cerminan kemandirian, keadilan sosial, dan semangat gotong royong bangsa. Dalam konteks inilah, nilai-nilai Pancasila menjadi fondasi moral, sosial, dan ideologis yang memandu seluruh upaya Indonesia untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan yang berkelanjutan.
Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menuntun agar pembangunan sistem pangan tidak hanya berorientasi pada produksi, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan petani, nelayan, dan pelaku usaha kecil di sektor pertanian. Mereka adalah garda terdepan penjaga dapur bangsa.
Kebijakan pangan yang berkeadilan harus memastikan setiap warga negara memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Hal ini sejalan dengan semangat untuk memanusiakan manusia—bahwa kedaulatan pangan sejati tidak boleh meninggalkan siapa pun di belakang.
Nilai Persatuan Indonesia dan semangat Gotong Royong menjadi energi sosial yang memperkuat langkah menuju kedaulatan pangan. Pangan adalah urusan semua pihak—pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat.
Gerakan bersama seperti urban farming, penguatan koperasi tani, dan optimalisasi lahan produktif menjadi bentuk nyata gotong royong modern dalam memastikan pasokan pangan nasional tetap kuat, terutama di tengah ancaman krisis global dan perubahan iklim.
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan Nasionalisme juga menuntun bangsa Indonesia untuk mensyukuri dan memanfaatkan anugerah sumber daya alam dengan bijak. Kedaulatan pangan bukan sekadar urusan ekonomi, tetapi juga spiritualitas dalam memelihara bumi dan hasilnya dengan penuh tanggung jawab.
Melalui inovasi pertanian, riset benih unggul lokal, serta pengembangan teknologi hijau, bangsa Indonesia menegaskan jati dirinya sebagai bangsa yang berdaulat di bidang pangan—tidak bergantung sepenuhnya pada impor, melainkan percaya pada kemampuan sendiri.
Puncak dari seluruh upaya ini adalah terwujudnya Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kedaulatan pangan akan berarti ketika seluruh rakyat, dari Sabang sampai Merauke, dapat menikmati hasil bumi dengan harga yang terjangkau, kualitas yang layak, dan keberlanjutan yang terjamin.
Dengan demikian, pembangunan sektor pangan bukan hanya soal meningkatkan produksi, tetapi juga memastikan distribusi yang adil dan pemerataan kesejahteraan di seluruh pelosok negeri.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menegaskan bahwa Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi garda terdepan dalam mewujudkan target swasembada pangan nasional. Ia pun menekankan pentingnya semangat nilai-nilai Pancasila sebagai landasan dalam mencapai kedaulatan pangan. Apalagi, lanjutnya, Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan sektor pertanian dan pangan sebagai agenda prioritas nasional.
“Kita telah memilih Presiden secara konstitusional melalui demokrasi. Presiden Prabowo Subianto menempatkan sektor pertanian dan pangan sebagai prioritas utama dalam pembangunan nasional. Maka, Kementan adalah komandan terdepan dalam melaksanakan program ketahanan, swasembada, dan kedaulatan pangan,” kata Sudaryono saat upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Arah pembangunan dunia kini bergeser, bukan hanya sekadar ideologi atau ekonomi, tetapi telah menuju prinsip survival of the country. Oleh karena itu, ketahanan pangan menjadi kebutuhan mendasar agar bangsa Indonesia bisa bertahan dan maju di tengah persaingan global.
Survival bangsa dimulai dari pangan. Jika perut rakyat kenyang, bangsa ini akan kuat. Itulah sebabnya Presiden menargetkan tahun ini Indonesia tidak akan melakukan impor beras, jagung, dan gula konsumsi. “Ini tugas berat, tapi kita harus tunjukkan bahwa Kementan cukup sakti untuk mengamankan pangan bagi 280 juta rakyat Indonesia,” ujarnya.
Sepanjang tahun 2025, berbagai program strategis di sektor pertanian telah menghasilkan lompatan besar, baik dari sisi produksi maupun kesejahteraan petani. Sesuai proyeksi Badan Pusat Statistika (BPS) produksi beras hingga Oktober tercatat mencapai 31 juta ton.
Stok beras nasional juga berada di angka tertinggi sepanjang merdeka. Selain itu, sektor pertanian tercatat sebagai lapangan usaha dengan pertumbuhan tertinggi pada kuartal I tahun 2025, yakni mencapai 10,52 persen (year on year).
Capaian tersebut turut memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan petani. Hal ini tercermin dari nilai tukar petani (NTP) yang naik signifikan, kini mencapai 123,57. Sebagai perbandingan, pada periode sebelumnya NTP hanya berada di kisaran 98 hingga 106.
NTP Naik
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada September 2025 sebesar 124,36, atau naik 0,63 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat 123,57. Kenaikan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani (It) meningkat lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga yang dibayar petani (Ib).
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, menjelaskan bahwa kenaikan NTP terutama dipengaruhi oleh sejumlah komoditas unggulan.
“Nilai Tukar Petani atau NTP September 2025 tercatat sebesar 124,36 atau naik sebesar 0,63 persen dibandingkan dengan Agustus 2025. Peningkatan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani atau It naik sebesar 0,71 persen lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang sebesar 0,08 persen. Komoditas yang dominan memengaruhi peningkatan indeks harga yang diterima petani nasional adalah kopi, kelapa sawit, cabai merah, dan karet,” ujar Habibullah, Rabu (1/10/2025).
Menurutnya, subsektor dengan kenaikan tertinggi adalah Tanaman Perkebunan Rakyat yang mencatat peningkatan NTP sebesar 1,57 persen. “Hal ini karena It naik sebesar 1,68 persen lebih tinggi dari kenaikan Ib yang sebesar 0,9 persen. Komoditas yang dominan memengaruhi peningkatan It adalah kopi, kelapa sawit, karet, dan cengkeh,” jelasnya.
Subsektor lain yang juga menjadi penopang adalah Peternakan dengan kenaikan NTP sebesar 1,51 persen.
“Peternakan mengalami peningkatan NTP karena It naik sebesar 1,62 persen lebih tinggi dari kenaikan Ib yang sebesar 0,11 persen. Komoditas yang dominan memengaruhi peningkatan It adalah ayam ras, daging, telur ayam ras, ayam kampung atau buras, serta sapi potong,” tambah Habibullah.
BPS juga menyampaikan kondisi lonjakan produksi yang signifikan sepanjang tahun. Berdasarkan hasil KSA BPS, produksi beras Januari–November 2025 diproyeksikan mencapai 33,19 juta ton, meningkat 12,62% dibanding periode yang sama tahun 2024 (29,47 juta ton).
Lonjakan produksi ini memastikan ketersediaan pasokan beras nasional berada pada posisi aman, bahkan melampaui capaian produksi sepanjang 2024 yang hanya mencapai 30,34 juta ton.
“Dengan produksi Januari–November yang diperkirakan menembus 33 juta ton, ketersediaan pangan pokok kita semakin terjamin. Beras bukan lagi faktor pendorong inflasi, melainkan penopang stabilitas harga dan daya beli masyarakat,” ungkap Habibullah.
Secara keseluruhan, dari 38 provinsi yang diamati BPS, 25 provinsi mengalami kenaikan NTP. Papua Barat Daya mencatat kenaikan tertinggi sebesar 5,62 persen.
Selain NTP, BPS juga mencatat Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional pada September 2025 sebesar 128,28 atau naik 0,56 persen dibanding bulan sebelumnya.
Kinerja Positif Sektor Pertanian
Sektor pertanian terus menunjukkan kinerja positif. Tidak hanya produksi, ekspor komoditas pertanian juga menunjukkan pertumbuhan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh signifikan sebesar 38,25 persen pada Januari-Agustus 2025 dengan nilai sebesar USD 4,57 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 3,30 miliar.
Jika dibandingkan bulan Agustus tahun sebelumnya, nilai ekspor sektor pertanian mengalami kenaikan. Pada Agustus 2025, nilai ekspor sektor pertanian mencapai USD 0,6 miliar, naik sebesar 10,98 persen dibandingkan Agustus 2024 yang sebesar USD 0,54 miliar.
Selanjutnya ekspor non migas menurut sektor Agustus 2025 total USD 23,89 miliar dirinci menurut sektor pertanian, kehutanan, perikanan dengan kontribusi USD 0,60 miliar.
Sebelumnya, BPS mencatat nilai ekspor Indonesia sebesar USD 24,96 milliar pada Agustus 2025, naik 5,78 persen dibandingkan Agustus 2024. Secara month-to-month, nilai ekspor ini lebih tinggi dari bulan Juli sebesar USD 24,75 miliar.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menekankan pentingnya hilirisasi sektor pertanian guna mendorong pertumbuhan ekspor, meningkatkan kesejahteraan petani, menghidupkan industri, memperkuat ekonomi lokal, dan menciptakan lapangan pekerjaan.
“Kita dorong hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah ekspor. Selama ini, kita ekspor komoditas dan diolah negara lain, lalu mereka mengekspor dengan nilai puluhan kali lipat. Kini saatnya Indonesia memimpin hilirisasi komoditasnya sendiri,” ungkap Mentan Amran.
Produksi beras nasional tahun 2025 menunjukkan lonjakan signifikan dan mendekati proyeksi lembaga internasional seperti Food and Agriculture Organization (FAO) dan United States Department of Agriculture (USDA).
Dengan produksi Januari–November yang diperkirakan menembus 33 juta ton, ketersediaan pangan pokok kita semakin terjamin. Beras bukan lagi faktor pendorong inflasi, melainkan penopang stabilitas harga dan daya beli masyarakat.
Data terbaru dari BPS ini semakin mendekatkan capaian produksi Indonesia dengan prediksi yang dikeluarkan baik oleh FAO maupun USDA. USDA menyebutkan bahwa produksi beras Indonesia diperkirakan akan mencapai 34,6 juta ton pada tahun ini. Sementara FAO memprediksi beras Indonesia akan mencapai 35,6 juta ton pada masa tanam 2025/2026.
Andi Amran Sulaiman mengungkap optimisme bahwa Indonesia akan segera mengukuhkan diri sebagai negara swasembada beras. “Insyaallah dalam tiga bulan ke depan, bila tidak ada aral melintang, kami bisa umumkan bahwa Indonesia sudah swasembada beras,” ujarnya.
Menurut Mentan Amran, pemerintah terus mendorong program strategis mulai dari pencetakan sawah baru, rehabilitasi jaringan irigasi, hingga peningkatan kesejahteraan petani. Dengan berbagai terobosan dan capaian produksi saat ini, pemerintah tidak akan melakukan impor.
“Insyaallah dengan ketercukupan stok, tidak akan ada impor tahun ini,” pungkasnya.
Di tengah dinamika global—mulai dari perubahan iklim, perang dagang, hingga ketidakpastian ekonomi dunia—semangat Pancasila menjadi kompas moral dan arah kebijakan nasional. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya meneguhkan tekad bangsa untuk tidak sekadar bertahan, tetapi juga tumbuh dan berdaulat di atas kekuatan sendiri.
Dunia sedang berubah cepat. Krisis global membuat harga pangan berfluktuasi tajam, sementara perubahan iklim mengancam produktivitas lahan. Namun, di tengah tantangan itu, nilai-nilai Pancasila tetap menjadi jangkar yang meneguhkan arah kebijakan bangsa.
Nilai Ketuhanan mengingatkan agar kita mensyukuri dan menjaga bumi. Kemanusiaan menuntun agar pembangunan tidak meninggalkan mereka yang lemah. Persatuan meneguhkan bahwa hanya dengan bekerja bersama kita bisa bertahan. Kerakyatan dan keadilan sosial memastikan setiap kebijakan berpihak pada rakyat, bukan pada kepentingan segelintir pihak.
Kedaulatan pangan, pada akhirnya, adalah cermin dari cara bangsa ini memaknai Pancasila: bukan sekadar ideologi, melainkan pedoman hidup yang tumbuh dalam lumpur sawah, di jaring nelayan, dan di keringat para petani yang setia menjaga dapur negeri tetap mengepul.
Kedaulatan pangan adalah perwujudan nyata dari Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Gotong royong dalam bekerja, keadilan dalam berbagi, dan cinta tanah air dalam setiap butir padi yang ditanam dan dipanen oleh anak bangsa. (Red)