Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi mendorong aparat pengawas intern pemerintah mengawal dan mengawasi pengelolaan Dana Desa agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat desa.

“Kami mendorong aparat pengawas intern pemerintah atau APIP dalam pengawalan dana desa,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, di Istana Negara Jakarta, Kamis.

Pernyataan itu disampaikan setelah pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah oleh Presiden Joko Widodo.

Ia menyebutkan dari berbagai laporan memang ditemukan penyimpanan dalam pengelolaan Dana Desa. KPK pun menerima laporan mengenai penyimpanan Dana Desa tersebut.

“Kita ingin memberdayakan APIP supaya mengawal dana desa itu, kami berharap Dana Desa dapat digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat desa,” katanya.

Ia menyebutkan per akhir 2016 ada laporan dari masyarakat terkait penyimpanan dana desa hingga mencapai sekitar Rp300 miliar.

“KPK kan hanya menangani yang terkait dengan penyelenggara negara sementara kepala desa kan tidak masuk kualifikasi penyelenggara negara,” katanya.

Berdasar alasan itu, katanya, pihaknya menyerahkan kepada Itjen Kementerian Pembangunan Desa, APIP, untuk menindaklanjutinya.

KPK mengusulkan adanya mekanisme penanganan penyimpanan Dana Desa dengan pemberian sanksi administrasi misalnya dengan pemberhentian kepala desa karena diketahui melakukan penyimpanan pengelolaan dana desa.

“Sampai saat ini penyimpanan dana desa muaranya ke penyelesaian kasus korupsi. Ketika korupsinya hanya beberapa puluh juta biaya untuk memperosesnya ratusan juta, itu kan tekor juga nanti,” katanya.

Sementara itu mengenai perlu tidaknya pembentukan tim khusus untuk menangani kasus kekerasan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, Marwata mengatakan, pihaknya mempercayakan penanganan kasus itu kepada kepolisian.

“Kalau tim independen, KPK belum ada rencana membentuk tim independen, tetapi kita berkoordinasi dengan pihak kepolisian,” katanya.

Sementara menanggapi pembebasan bersyarat Jaksa UripTri Gunawan, Marwata menyayangkan hal itu.

“Harus ada efek jera apalagi yang bersangkutan adalah aparat penegak hukum. Vonis untuk penegak hukum harus tinggi sebagai pihak yang seharusnya mengawal penegakan hukum,” katanya.

Ia menyebutkan biasanya ketika terpidana akan mendapatkan pengurangan hukuman, maka pihak Lapas akan meminta pertimbangan dari KPK.

“Selama saya di KPK rasanya belum pernah terima semacam surat dari Kalapas atau lainnya apakah yang bersangkutan layak mendapatkan pembebasan bersyarat, kami belum pernah menerima,” kata Marwata. (Ant)