Jakarta – Politikus Partai Demokrat Ruhut Sitompul digugat ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah terkait pelanggaran kode etik.

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dalam surat laporannya yang diterima di Jakarta, Jumat, mengatakan pelaporan Ruhut ke MKD karena ada kata-kata hak asasi monyet dari yang bersangkutan saat rapat kerja DPR yang membahas kasus kematian terduga teroris Siyono.

“Dengan ini melaporkan Ruhut Poltak Sitompul yang telah mengeluarkan kata-kata yang tidak layak diucapkan oleh seorang dewan dalam rapat kerja DPR, Polri dan BNPT pada 20 April 2015 yang lalu,” kata Dahnil.

Menurut Dahnil walaupun Ruhut sebagai Anggota DPR RI itu mempunyai Hak Imunitas yang diatur dalam Undang-Undang, namun hal tersebut mempunyai batasan-batasan tertentu, yakni kode etik yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).

“Dan di atur lebih lanjut dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik,” ujar Dahnil.

Dia menyebutkan setidaknya ada empat pasal yang dilanggar oleh Ruhut yakni pasal 51 ayat (1) huruf (f) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pilkada, Pasal 81 huruf (a) dan (g) Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MD3, Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 18 ayat (2) huruf (b) Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik.

“Sudah selayaknya, saudara Ruhut itu untuk ditindak secara tegas oleh MKD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu: Pasal 87 ayat (2) huruf (b) UU Nomor 17 Tahun 2014, diberhentikan karena melanggar kode etik dewan,” tutur Dahnil.

Sebelumnya, dalam rapat kerja DPR dengan Polri dan BNPT, Ruhut menganggap apa yang dilakukan Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) dalam kasus tewasnya terduga teroris Siyono tidak melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Saya kecam yang katakan Densus melanggar HAM. HAM apa, Hak asasi monyet? malahan Densus sudah manusiawi,” ujar Ruhut kala itu.

Perlakuan manusiawi itu, ucap Ruhut, dilihat dari keputusan petugas yang tidak memborgol tangan Siyono dan dijaga satu orang, meskipun dianggap melanggar prosedur standar.

Diketahui, Siyono (33) merupakan warga Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, yang ditangkap anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror pada 8 Maret 2016 kemudian tewas dalam jangka waktu tiga hari, ketika masih dalam status tahanan.

Kasus tewasnya ayah lima anak tersebut memicu kontroversi karena ada dua versi penyebab kematiannya. Menurut keterangan polisi, Siyono tewas karena perdarahan di rongga kepala bagian belakang akibat benturan setelah menyerang anggota Densus di dalam mobil.

Sedangkan menurut hasil autopsi tim forensik PP Muhammadiyah, Siyono tewas karena benda tumpul yang dibenturkan ke rongga dada hingga beberapa tulangnya patah. (Antara)