Jakarta – Menjelang Pelaksanaan Pencoblosan, Pemilihan Umum (Pemilu), baik Legislatif maupun Pemilahan Presiden (Pilpres) tahun 2024, pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang, Telah terjadi serangkaian anomali proses politik Kotor dan tidak bermoral yang dipertontonkan oleh rezim Joko Widodo (Jokowi), mulai dari proses keluarnya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal Capres dan Cawapres, untuk memuluskan langkah politik Sang yakni, gibran rakabuming raka maju sebagai cawapres. Yang mana ketua Mahkama Konstitusi (MK)Anwar Usman mempunyai relasi keluarga dengan presiden jokowi.
Lalu keluarlah Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 tentang pelanggaran berat terhadap kode etik terhadap prilaku hakim konstitusi dan pemberhentian jabatan Ketua Mahkamah konstitusi. Ini merupakan Abuse of power rezim Jokowi yang dipertontonkan kepada publik, ungkap Deklator Kaukus Muda Beringin 03 Rafik Perkasa Alam, (Rabu, 7/02/2024).

Lanjut rafik, praktik-praktik kecurangan kecurangan Pemilu 2024 secara Tersturuktur, Sistematis, Dan Masif (TSM)),saat ini nampak jelas dimana Temuan – temuan ketidak netralan Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI-Polri serta Pejabat tinggi negara, para Kepala Daerah, sampai tingkat kepala Desa, yang menggunakan anggaran dan Fasilitas Negara untuk kepentingan Paslon tertentu, merupakan aib bagi keberlangsungan Demokrasi di negara kita, ujar Ketua Umum Relawan AlMAUN (Aliansi Masyarakat Untuk Nawacita), yang juga relawan pendukung Jokowi pada pilpres 2019.

Dengan terjadinya anomali demokrasi inilah sehingga para Akademisi para guru besar civitas akademika dari berbagai universitas, Institute, sekolah tinggi, diantaranya UI, UGM, ITB, UNPAD, UNHAS, UNSRI, UII dan masih banyak lagi, menyuarakan Gerakan keprihatinan akan matinya demokrasi yang merupakan cita-cita reformasi, tapi sangat disayangkan ketika gerakan keprihatinan para guru bangsa ini sebagai sosial kontrol, dianggap oleh para segelitir elit penguasa, yakni, salah satunya Bahlil Lahadalia Selaku Menteri Investasi, mengatakan gerakan akademisi kampus tersebut merupakan gerakan partisipan politik yang di mobilisasi oleh salah satu paslon, ini tuduhan serius dan tidak berdasar dan bermoral, karena kita tahu, jasa para akademisi sebagai pendidik yang membuat kita bisa menjadi orang terpelajar. Ungkap rafik.

Karena Pada dasarnya, para akademisi guru besar memiliki hak untuk terlibat dalam aktivitas politik, seperti partisipasi dalam diskusi politik, memberikan pandangan terhadap kebijakan publik, atau bahkan memilih untuk menjadi bagian dari kelompok politik tertentu sebagai individu. Ini adalah hak asasi yang dilindungi di banyak negara demokratis. Sebagai anggota masyarakat, para akademisi juga memiliki kebebasan untuk menyuarakan pandangan dan pendapat mereka terkait dengan isu-isu politik. Pungkas rafik.

Menurut Profesor Ari Junaidi (Direktur Lembaga Kajian Nusakom Pratama), mengatakan, Kritik terhadap rezim Jokowi yang disampaikan para Guru Besar Civitas akademik, dan mahasiswa itu sudah tepat karena meraka bagian dari instrumen peyangga demokrasi, namun yang perlu kita garis bawahi adalah kenapa kritik ini keluar pasti ada sebabnya, artinya keprihatian dan kekecewaan para guru bangsa memuncak dimana Carut marutnya Sistem hukum, pelanggaran etika moral yang di terjadi di lembaga negara baik Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Setelah muncul sikap dari sivitas akademik tersebut, semestinya publik semakin yakin dan semakin berani menyampaikan masukan, kritikan, tanggapan, dan penilaian, atas langkah-langkah politik penguasa, sebagai bagian dari kontrol publik kepada pemerintah di dalam negara demokratis sekaliber Indonesia, jika terdapat permainan kekuasaan yang berbau busuk dan amis. Dukungan berupa justifikasi intelektual dan moral dari sivitas akademika akan menambah legitimasi rasional atas berbagai kekhawatiran publik selama ini di satu sisi dan akan menjadi tekanan evaluatif kepada kekuasaan di sisi lain.

Suara – suara inilah untuk mengingatkan Presiden Jokowi untuk Kembali ke jalan demokrasi yang sesuai dengan konstitusi yang penuh keadaban, dan moralitas.. (Rls)