Jakarta – Perpu Nomor 1 tahun 2020 yang digunakan sebagai dasar penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia betul-betul menjadi game changer saat itu. Namun, game changer berikutnya adalah dibentuknya Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) sebagai bagian dari tata kelola yang baik untuk mendudukkan, menyusun dan mengorkestrasi semua program penanganan pandemi sekaligus pemulihan ekonomi. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara saat berbicara pada Rapat Koordinasi Nasional Transisi Penangananan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Kamis (26/01) di Gedung AA Maramis Jakarta.

Wamenkeu mengatakan bahwa alokasi anggaran PEN berubah-ubah setiap tahunnya. Anggaran PEN pertama kali di tahun 2020 adalah Rp405,1 T lalu naik menjadi Rp 695,2 T dengan realisasi Rp 575,9. Pada tahun 2021, RAPBN menaruh anggaran sebesar PEN Rp403,9 T tetapi ketika varian Delta masuk maka bertambah menjadi Rp744,8 T dan akhirnya terealisasi sebesar Rp655,1 T.

“Alokasi anggaran PEN memang kita desain fleksibel sekali. Fleksibel itu bukan karena kita sradak-sruduk tetapi karena memang didudukkan satu per satu. Ini yang saya katakan tata kelola yang baik. Fleksibilitas tetapi dengan akuntabilitas yang terjaga dengan tetap diaudit, tetap dipertanggungjawabkan, dan tetap dilaporkan,” jelas Wamenkeu.

Total anggaran PEN dari tahun 2020 hingga tahun 2022 adalah Rp1.645 Triliun. Wamenkeu menegaskan bahwa pelaksanaan anggaran program PEN menjadi dasar pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga bisa baik dan tetap terjaga. Melalui pelaksanaan anggaran program PEN, kontraksi ekonomi bisa dijaga supaya tidak memburuk, angka pengangguran terbuka yang tinggi sekali pada tahun 2020 bisa diturunkan, dan jumlah penduduk miskin yang naik di 2020 juga bisa diturunkan. Selain itu, pelaksanaan anggaran program PEN juga mampu menurunkan tingkat kemiskinan dan gini ratio juga bisa ditahan.

Walaupun program PC PEN berakhir di tahun 2022, namun APBN akan terus menjaga masyarakat dan mendorong pemulihan ekonomi melalui program-program regular yang ada di setiap Kementerian/Lembaga. Wamenkeu mengambil dua contoh yaitu anggaran kesehatan dan anggaran perlindungan sosial.

Pada Tahun 2018-2019 karena tidak ada alokasi anggaran PEN maka semua anggaran yang tersebar di seluruh K/L bersifat regular. Namun, setelah Indonesia terkena pandemi di tahun 2020, anggaran regulernya tetap ada tapi ada tambahan alokasi PEN yang menjadi top up.

“Top up PEN ini mengecil hingga tahun 2022, dan pada akhirnya pada tahun 2023 ini alokasi anggaran PEN tidak ada lagi. Namun, meskipun angggaran PEN-nya sudah tidak ada lagi, tapi jumlah anggaran untuk berbagai program reguler tidak turun. Anggaran tetap kita jaga tetapi masuk ke dalam program reguler Kementerian/Lembaga masing-masing,” tukas Wamenkeu. (Rls)