SAHABAT RAKYAT, Jakarta – Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat (NTPR) menunjukkan tren positif sepanjang kuartal pertama 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat NTPR mencapai 165,66 pada Maret 2025, naik dari 165,51 pada Februari. Penguatan ini didorong oleh meningkatnya harga sejumlah komoditas andalan, terutama kelapa sawit, karet, serta tembakau. Dengan capaian tersebut, subsektor perkebunan rakyat menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi dibanding subsektor pertanian lainnya.
Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan industri dalam negeri dengan memastikan ketersediaan bahan baku hasil pertanian. Ia mendorong pemerintah membuat kebijakan yang menjamin keberlangsungan sektor ini. Menurutnya, tanpa dukungan regulasi, upaya hilirisasi yang saat ini digencarkan pemerintah akan sulit dicapai.
Eliza menjelaskan bahwa sektor perkebunan merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian Indonesia karena mampu menyerap sekitar 45% tenaga kerja di sektor pertanian. Secara keseluruhan, sektor pertanian menyumbang sekitar 38% terhadap total tenaga kerja nasional, dan sektor perkebunan sendiri memberikan kontribusi sebesar 3–4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Lebih jauh, Eliza menyoroti peran krusial perkebunan rakyat sebagai penopang utama aktivitas ekonomi di pedesaan. “Aktivitas perkebunan rakyat memang menciptakan efek multiplier (berganda) yang baik untuk pengembangan perekonomian di desa dan juga pertumbuhan sektor-sektor jasa pendukung,” jelasnya.
Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, turut menyoroti pentingnya peran perkebunan rakyat dalam pemerataan ekonomi hingga ke wilayah pedesaan. Menurutnya, sektor perkebunan, baik milik rakyat maupun swasta, memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi dan berkontribusi besar terhadap kesejahteraan masyarakat desa jika dikelola dengan baik.
“Petani rakyat kita harus dibantu oleh pemerintah, khususnya dalam bentuk subsidi pra panen seperti pupuk, sarana produksi, dan alat mesin pertanian,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa dukungan tersebut akan meringankan beban produksi petani dan meningkatkan pendapatan mereka, terutama saat harga hasil panen tinggi. Hal ini, lanjutnya, akan berdampak positif terhadap peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai indikator kesejahteraan petani.
Lebih lanjut, Daniel juga menyoroti industri hasil tembakau dan industri makanan dan minuman sebagai sektor padat karya yang seharusnya mendapat perlindungan karena erat kaitannya dengan sektor pertanian. “Industri padat karya ini harusnya dilindungi karena jelas-jelas menyediakan lapangan kerja bagi warga. Industri yang menyerap tenaga kerja harus mendapat perlindungan dari pemerintah,” ujarnya.
Senada dengan Daniel, Direktur Tanaman Semusim dan Tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Ditjenbun Kementan), Baginda Siagian, menegaskan bahwa industri hasil tembakau merupakan salah satu sektor padat karya yang memiliki kontribusi strategis terhadap perekonomian nasional, karena melibatkan rantai pasok yang panjang.
“Industri ini mencakup berbagai tahapan, mulai dari budidaya tembakau hingga produksi produk olahan seperti rokok dan kelengkapannya, dan berperan strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8%.”
Ia menambahkan bahwa industri hasil tembakau tidak hanya memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak nasional, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi daerah dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, khususnya pada sektor sigaret kretek tangan (SKT).