Menuju Jakarta Bebas Kanker Serviks dengan Tes IVA Bersama FKUI, Cipinang Melayu Memulai

Ditulis Oleh: Laila Nuranna (Divisi Onkologi Ginekologi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM)

Jika melihat jumlah kematian yang cukup tinggi, maka tidak mengherankan jika penyakit kanker serviks saat ini menjadi penyakit kanker pembunuh nomor empat bagi perempuan Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk menanggulangi penyakit kanker serviks. Salah satunya dengan menjadikan kanker serviks sebagai program nasional di Kementerian Kesehatan dimana kegiatannya fokus pada deteksi dini dengan metode Inspeksi Visual Asam Asetat atau dikenal dengan Tes IVA. Namun nampaknya upaya tersebut belum mampu menurunkan jumlah penderita kanker serviks.

Setelah melakukan kajian seputar program pencegahan kanker serviks di salah satu wilayah di DKI Jakarta tahun 2018 lalu, dr. Laila Nuranna, Sp.OG (K) beserta konsultan Onkologi Ginekologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sebagai tim pelaksana kegiatan menemukan fakta bahwa rendahnya partisipasi warga perempuan sebagai sasaran utama dalam melakukan Tes IVA menjadi tantangan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan IVA.

Berbagai alasan seperti malu dan takut mengetahui hasil pemeriksaan ditengarai menjadi alasan untuk tidak mengikuti Tes IVA. Selain itu, belum adanya peraturan yang mampu mendorong warga perempuan untuk melakukan pemeriksaan turut mempersulit tercapainya cakupan Tes IVA yang lebih tinggi. Dari tahun 2014 hingga tahun 2018, cakupan Tes IVA hanya mampu mencapai angka 7,3%. Jika melihat angka tersebut maka tidak heran jika lebih dari 70% penemuan kasus kanker serviks masih tahap stadium lanjut yang sukar diobati dan berujung pada kematian.

Berkaca dari pengalaman tersebut, tim pelaksana kegiatan mencoba untuk menyusun sebuah model yang komprehensif dan mampu menyentuh seluruh aspek pelaksanaan Tes IVA. Model tersebut diberi nama Model Lima Pilar yang saat ini tengah diterapkan di Kelurahan Cipinang Melayu – Jakarta Timur. Selain sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, penerapan Model Lima Pilar juga diiringi dengan tekad untuk mewujudkan adanya wilayah yang dapat menjadi percontohan pencapaian cakupan deteksi kanker serviks metode IVA dalam rangka eradikasi kanker serviks di Indonesia. Pelaksanaan kegiatan yang dimulai sejak April 2019 ini mendapat dukungan moril maupun materil dari berbagai kalangan diantaranya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (DRPM-UI), Female Cancer Program Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FCP-FKUI), institusi kesehatan setempat (Puskesmas) dan institusi pemerintahan setempat (Kelurahan).

Sesuai dengan namanya, Model Lima Pilar terdiri dari lima pilar yang diharapkan mampu meningkatkan cakupan Tes IVA di suatu wilayah dimana idealnya mencapai 80% dari jumlah wanita usia subur (WUS). Harapannya, temuan lesi prakanker meningkat, temuan stadium lanjut menurun dan kematian akibat kanker serviks pun ikut menurun. Pilar pertama yaitu persiapan wilayah; pilar kedua yaitu pelatihan tenaga kesehatan dan kader; pilar ketiga yaitu peningkatan kesadaran masyarakat melalui penyuluhan; pilar keempat kegiatan Tes IVA dan pengobatan atau disebut juga dengan kegiatan “see and treat”; hingga pilar kelima yaitu rujukan.

Sejak dicanangkan di Kelurahan Cipinang Melayu pada April 2019, program yang berakhir pada November 2019 ini terus mengalami peningkatan cakupan IVA. Hingga berita ini diturunkan, Model Lima Pilar telah berhasil mengajak 2,142 untuk melakukan Tes IVA atau sebesar 27,46% dari jumlah WUS. Sebagai ketua tim pengabdi sekaligus penggagas dr. Laila optimis bahwa Model Lima Pilar dapat meningkatkan cakupan Tes IVA sebanyak 50% WUS di wilayah Cipinang Melayu. (A1)