Kantor Kesehatan Pelabuhan Harus Siap Menghadapi Ancaman Wabah Global

Oleh: dr. Syahrizal Syarif, MPH, Ph.D

Indonesia berisiko tinggi terpapar penyakit menular dari negara lain. Terletak di antara 2 benua dan 2 samudra, di tengah lalu lintas perdagangan dunia, udara maupun laut. Indonesia juga mempunyai titik lintas batas darat dengan negara tetangga. Ancaman penularan antar negara ini disebut sebagai keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (Public Health Emergency of International Concern).

Dalam 200 tahun terakhir, dunia beberapa kali mengalami serangan wabah global yang mengkhawatirkan dan membunuh puluhan sampai seratus juta manusia mengalahkan korban jiwa perang dan kelaparan. Black death (abad ke 14), flu spanyol (1918), SARS (2003) dan Ebola di kawasan Afrika barat (2014) merupakan beberapa kejadian wabah global yang menelan jutaan jiwa dan kerugian ekonomi yang besar. WHO bersama para pemimpin negara anggota kemudian mengambil inisiatif upaya pencegahan dan pemgendalian ancaman ini melalui International Health Regulation (2005) dan Global Health Security Agenda (GHSA 2014).

Secara prinsip negara anggota WHO diminta untuk lebih bertanggung jawab dan bekerjasama dalam memberikan respon yang tepat atas situasi PHEIC dengan kesiapan dalam memberikan respon medik dan respon kesehatan masyarakat. Respon medik oleh fasilitas kesehatan seperti RS di berbagai tingkatannya. Respon kesehatan masyarakat dilakukan Dinas Kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan dan Balai teknis Kesehatan Lingkungan.

Kantor Kesehatan Pelabuhan Laut, udara dan Pos Lintas Batas Negara merupakan pintu terdepan dalam menghadapi masuknya ancaman wabah global dari negara- negara terjangkit (affected countries). Kantor Kesehatan Pelabuhan Laut menjalankan fungsi kekarantinaan dan surveilans epidemiologi. Kekarantinaan terkait dengan pemeriksaan kapal, penerbitan dokumen, dan pemeriksaan Obat Makanan Alat Kesehatan, Kosmetika, dan Bahan Aditif (OMKABA). Surveilans epidemiologi mencakup pengumpulan data terkait orang, barang, dan alat angkut, serta penyakit di wilayah sekitar pelabuhan.

Kesiapsiagaan menghadapi situasi PHEIC perlu dilakukan secara sistematis, terukur, mudah, murah dan memaksimalkan sistem yang sudah ada. Pendekatan Penyeliaan fasilitatif merupakan instrumen manajemen yang fokus pada upaya pemenuhan standar input dan proses. Standar ini diwujudkan dalam bentuk daftar tilik (Checklist). Adanya instrumen mengawali pendekatan peningkatan mutu, yang diikuti pengukuran mutu (kajian mandiri dan verifikasi) yang menghasilkan tingkat kepatuhan terhadap standar (Compliance rate) dan daftar item yang tidak terpenuhi. Atas dasar daftar item yang tidak terpenuhi, melalui pertemuan bulanan di institusi setempat dilakukan perencanaan peningkatan mutu yakni dengan menetapkan solusi atas item–item yang tidah memenuhi standar. Rapat bulanan berikutnya dapat digunakan untuk memantau pencapaian solusi. Pengukuran kembali dengan menggunakan daftar tilik akan menghasilkan tingkat kepatuhan terhadap standar setelah dilakukan koreksi. Peningkatan tingkat kepatuhan menggambarkan tingkat kinerja KKP. Siklus Penyeliaan fasilitatif ini dapat dilakukan paling tidak 2 kali dalam setahun.

Ujicoba yang dilakukan pada KKP Tanjung Priok dan KKP Makasar (dukungan dana riset DRPM UI dan Kemenristek RI) menunjukkan bahwa Pendekatan Penyeliaan Fasilitatif mampu menggambarkan kinerja KKP yang terukur dengan baik. Disamping itu Item-item yang tidak terpenuhi di dalam daftar tilik dapat dijadikan dasar untuk melakukan peningkatan kinerja. Pendekatan ini dapat digunakan oleh Kantor Karantina Kesehatan Ditjen P2P Kementerian Kesehatan untuk menerapkan sistem Penyeliaan Fasilitatif pada 49 KKP yang membawahi 304 wilayah kerja di Indonesia. Atas dasar status tingkat kepatuhan dapat digambarkan peta kinerja dari seluruh KKP, mana yang sudah baik, cukup dan kurang. Diharapkan pendekatan ini mampu memperkuat sistem kesiapsiagaan KKP dalam menghadapi keadaan ancaman wabah global dan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia. Sangat dianjurkan sistem penyeliaan fasilitatif dapat dikembangkan di Rumah sakit, Dinas kesehatan dan Balai Teknik kesehatan lingkungan. (A1)